Saya sudah biasa melaksanakan puasa
Ayyamul Bidh pada setiap bulannya dengan izin Allah, Alhamdulillah. Dan
pada bulan ini (Sya'ban) saat saya hendak berpuasa, ada seseorang yang
menyampaikan kepada saya bahwa itu tidak boleh, termasuk bid'ah.
Alasannya, dilarang berpuasa pada nisfu Sya'ban. Bagaimana persoalan ini
yang sesungguhnya?
Pak Kris – Kav. Harapan Kita, Harapan Jaya, Bekasi Utara
Jawaban:
Oleh: Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah
atas segala limpahan nikmat-nikmat-Nya. Shalawat dan salam semoga
terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Pertama, Allah Ta'ala
mengharamkan berkata tentang agama Allah tanpa ilmu. Bahkan Allah
menyejajarkannya dengan dosa syirik dan kumpulan dosa-dosa besar. Allah
Ta'ala berfirman,
قُلْ
إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ
مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا
لَا تَعْلَمُونَ
"Katakanlah: "Tuhanku hanya
mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang
tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang
benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah
tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan
terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui"." (QS. Al-A'raf: 33)
Dan di antara contoh berkata tentang
Allah tanpa ilmu adalah seperti yang tercantum dalam pertanyaan,
membid'ahkan puasa tiga hari pada bulan Sya'ban karena bertepatan dengan
nisfu Sya'ban.
Kedua, disunnahkan
berpuasa tiga hari setiap bulan. Paling utama dikerjakan pada Ayyamul
Bidh, yaitu tanggal 13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah. Diriwayatkan
dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata:
أَوْصَانِي
خَلِيلِي بِثَلَاثٍ لَا أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلَاثَةِ
أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَصَلَاةِ الضُّحَى وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ
"Kekasihku (Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam) mewasiatkan kepadaku tiga perkara yang tidak aku
tinggalkan sampai aku meninggal: puasa tiga hari setiap bulan, shalat
Dhuha, dan shalat witir sebelum tidur." (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dari Abdullah bin 'Amru bin Al-'Ash, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya:
وَإِنَّ
بِحَسْبِكَ أَنْ تَصُومَ كُلَّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَإِنَّ لَكَ
بِكُلِّ حَسَنَةٍ عَشْرَ أَمْثَالِهَا فَإِنَّ ذَلِكَ صِيَامُ الدَّهْرِ
كُلِّهِ
"Dan sesungguhnya cukuplah bagimu
berpuasa tiga hari dari setiap bulan. Sesungguhnya amal kebajikan itu
ganjarannya sepuluh kali lipat, seolah ia seperti berpuasa sepanjang
tahun." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan al-Nasai)
Diriwayatkan dari Abi Dzarr Radhiyallahu 'Anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku:
يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنْ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
"Wahai Abu Dzarr, jika engkau ingin
berpuasa tiga hari dari salah satu bulan, maka berpuasalah pada hari
ketiga belas, empat belas, dan lima belas." (HR. At Tirmidzi dan al-Nasai. Hadits ini dihassankan oleh al-Tirmidzi dan disetujui oleh Al-Albani dalam al-Irwa' no. 947)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: "Di dalam hadits disebutkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mewasiatkan Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu
agar berpuasa tiga hari setiap bulan, lalu kapan dilaksanakan puasa
tiga hari ini? Apakah harus dilaksanakan secara berturut-turut?
Beliau menjawab: puasa tiga hari ini
boleh dikerjakan secara berturut-turut atau terpisah. Boleh dikerjakan
pada awal bulan, di pertengahan bulan, atau pada akhirnya. Urusan ini
cukup luas, dan segala puji bagi Allah, yang Rasulullah tidak (hanya)
menetapkan (hari tertentu). 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha pernah ditanya: Apakah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
berpuasa tiga hari pada setiap bulannya? Beliau menjawab, "Ya". Lalu
ditanyakan lagi, "Hari-hari apa saja yang biasanya beliau melaksanakan
shaum?" Aisyah pun menjawab: "Beliau shallallahu 'alaihi wasallam
tidak terlalu memperhatikan hari keberapa dari setiap bulannya beliau
melaksanakan shaum." (HR. Muslim no. 1160) Namun (pelaksanaannya pada)
tanggal 13, 14, dan 15 adalah lebih utama, karena hari-hari tersebut
adalah ayyam al-Bidh (hari-hari putih)." (Majmu' Fatawa Syaikh Ibn
Utsaimin: no. 376)
Ketiga, Memperbanyak puasa pada bulan Sya'ban termasuk sunnah. Karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam biasa memperbanyak puasa pada bulan ini. Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ
يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ
رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ
رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka.
Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku
tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan
Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak
daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)
Dari Abu Salamah, Aisyah Radhiyallahu 'Anha menyampaikan kepadanya: "
لَمْ
يَكُنِ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ
شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ وَكَانَ يَقُولُ
خُذُوا مِنْ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ حَتَّى
تَمَلُّوا
“Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari
bulan Sya’ban. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam biasa berpuasa pada
bulan Sya’ban seluruhnya. Adalah Beliau bersabda: "Kerjakan amal
yang kamu mampu melakukannya, karena sesungguhnya Allah tidak bosan
sampai kalian merasa bosan".” (HR. Bukhari dan Muslim)
Keempat, Mungkin yang dimaksud oleh orang yang melarang tersebut adalah karena dia mengetahui kalau Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang berpuasa pada pertengahan Sya'ban.
إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلَا تَصُومُوا
"Apabila sudah pertengahan Sya'ban, maka janganlah kalian berpuasa." (HR. Abu Dawud no. 3237, al-Tirmidzi no. 738, dan Ibnu Majah no. 1651. Dishahihkan al-Albani dalam Shahih al-Tirmidzi)
Sesungguhnya larangan ini bagi orang
yang baru memulai puasa pada pertengahan kedua dari Sya'ban, sementara
dia tidak memiliki kebiasaan berpuasa. Tapi siapa yang telah berpuasa
pada pertengahan pertama, lalu berlanjut puasa pada pertengahan kedua,
atau dia punya kebiasaan puasa rutin, maka tidak apa-apa melaksanakan
puasa pada pertengahan kedua, seperti orang yang biasa berpuasa tiga
hari setiap bulan atau puasa hari Senin dan Kamis. Dari sini sangat
jelas atas pertanyaan di atas, boleh berpuasa Ayyamul Bidh atau puasa
tiga hari perbulan di bulan Sya'ban, walaupun bertepatan dengan tanggal
15 Sya'ban atau pertengahan kedua dari bulan Sya'ban.
Kelima, Mungkin juga
yang dilarang adalah menghususkan puasa di Nishfu (Pertengahan)
Sya'bannya. Jika demikian maka hal itu benar. Karena berdasarkan
penelitian para ulama, tidak didapatkan hadits shahih dan contoh yang
jelas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau
menghususkan hari tanggal 15 di bulan Sya'ban untuk berpuasa. Sementara
dalil yang sering dijadikan sebagai landasan dari puasa ini adalah
hadits dari Ali bin Abi Thalib radliyallahu 'anhu secara marfu' kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا
"Apabila tiba malam nishfu Sya'ban maka berdirilah shalat pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya."
(HR. Ibnu Majah dalam Sunannya no. 1388, dan ini adalah hadits Maudlu'.
Syaikh Al-Albani mengatakan dalam Dhaif Sunan Ibni Majah, "Lemah sekali
atau maudlu –palsu-" no. 1388, sedangkan dalam al-Dhaifah no. 2132,
beliau menyatakan dengan tegas bahwa sanadnya maudhu'.)
Namun jika seseorang memiliki kebiasaan
berpuasa pada Ayyamul Bidh (di antaranya pada tanggal 15-nya), maka
hendaknya dia melakukan amal shalih tersebut sebagaimana pada
bulan-bulan yang lainnya. Ia tidak boleh menghususkannya dan tidak boleh
mengadakan perbedaan dengan bulan-bulan lainnya, baik dari sisi niat
atau pelaksanaannya. Karena menghususkan waktu tertentu untuk ibadah itu
harus dengan dalil shahih. Jika tidak ada dalil shahih, maka hal itu
menjadi bid'ah dan setiap bid'ah adalah kesesatan.
Maka siapa yang memiliki kebiasaan puasa
pada Ayyamul Bidh (tanggal 13, 14, 15 setiap bulan Hijriyah), silahkan
dia melaksanakannya di bulan Sya'ban sebagaimana ia berpuasa pada
bulan-bulan lainnya, tidak menghususkan hari itu. Terlebih, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
melakukan puasa dan memperbanyak puasa pada bulan ini, tetapi beliau
tidak melakukan penghususan pada tangal 15-nya. Dan puasa pada hari itu
seperti berpuasa pada hari-hari lainnya. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar